
Jayapura (23/01/2025) – Yayasan Sehati Sebangsa Indonesia (YSSI) dan WWF Program Papua menggandeng anak-anak muda membuat kloset sederhana yang bisa dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan dan peralatan kerja yang bisa dibeli dengan harga miring.
Kegiatan anak-anak muda, yang tergabung dalam Gerakan Anak Muda Peduli Iklim atau Gerakkan API, ini dilakukan di Dusun Sagu Ebha Eke Kampung Sereh Pos 7 Sentani, pada Rabu, 22 Januari 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dalam rangkaian kegiatan pegelaran seni budaya bertemakan: Simponi Alam dan Budaya, yang diselenggarakan Sanggar Robongholo dan beberapa lembaga pendukung seperti WWF Program Papua dan Yayasan Sehati Sebangsa Indonesia.

Muhammad Thariq, dari Yayasan Sehati Sebangsa Indonesia, menjelaskan, ide membuat kloset sederhana berawal dari survey kondisi toilet dan sanitasi lingkungan di perkampungan masyarakat di Kabupaten Jayapura.
Berdasarkan survey di Kampung Ifar Besar, Distrik Sentani dan Kampung Dormena, Distrik Depapre, tim survey menemukan masih banyak warga yang menggunakan toilet bersama (sharing toilet) dan juga belum menerapkan sanitasi yang ramah lingkungan dan ramah iklim.
Berangkat dari kondisi tersebut, Thariq mengatakan pelatihan dan praktek membuat kloset sederhana bagi anak muda diharapkan bisa menjadi salah satu langkah strategis untuk membuat perubahan yang berdampak positif bagi masyarakat.
“Makanya, karena kita melihat komunitas muda di Jayapura cukup vocal, juga bagus dalam brending apapun itu, jadi kita ingin menyatukan mereka semua, terutama di dalam isu sanitasi ini. Mereka vocal berbicara tentang bagaimana sanitasi yang baik, yang ramah lingkungan, ramah iklim dan juga ramah bagi disabilitas dan berkelanjutan tentunya,” kata Thariq di dusun sagu Ebha Eke Kampung Sereh Pos 7, Sentani, Rabu (22/1/2025).
Ekonomis
Yayasan Sehati Sebangsa Indonesia dan WWF Program Papua menggandeng Unit Kesehatan Lingkungan Puskesmas Sentani dalam membagi informasi tentang sanitasi yang ramah lingkungan dan cara membuat kloset sederhana.

Staf Kesehatan Lingkungan pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Sentani, Edi Santosa, A.Md, yang memimpin proses pembuatan kloset sederhana, menjelaskan pembuatan kloset ini termasuk yang sederhana dan mudah.
Kloset jongkok sederhana ini hanya membutuhkan bahan seperti semen, pasir dan oli bekas atau bisa diganti dengan minyak goreng bekas, dan air. Kemudian, untuk peralatan membutuhkan sekop, saringan pasir, ember, terpal untuk alas campuran, kuas dan mal.
“[Untuk mendapatkan satu sampai dua] klosetnya, hanya butuh campuran semen dan pasir halus dengan perbandingan 1 banding 2. Sampai dengan pengeringan atau siap pakai, harus dijemur bisa sampai dua hari. Jadi, kalau alatnya banyak, bisa bikin banyak tapi kalau hanya satu dua hari hanya jadi satu,” kata Edi, di sela-sela praktek pembuatan kloset.
Edi berharap apa yang dipelari anak muda hari ini, bisa dibagikan kepada masyarakat. Pasalnya, seperti yang ditemukan Yayasan Sehati Sebangsa Indonesia dan WWF Program Papua, di wilayah kerja Unit Kesehatan Lingkungan Puskesmas Sentani, juga masih ditemukan toilet tanpa sepitank peresapan.
“Untuk wilayah kerja kami sebenarnya masyarakat sudah BAB di wc atau di jamban keluarga tapi hanya memang masih ada yang belum punya [jamban] sendiri, mereka masih sharing atau ada yang punya WC tetapi belum punya sepitank peresapan jadi masih ada yang dibuang di kali atau di danau,” kata Edi.
Melalui praktek pembuatan kloset jongkok sederhana ini, Edi berharap, dampaknya bisa sampai kepada masyarakat luas. Selain bisa membuat kloset sendiri, masyarakat diharapkan bisa mempraktekkan sanitasi yang ramah lingkungan.
Berbagi

Pembuatan kloset menjadi pengalaman pertama Hilman Natgoa, salah satu peserta anak muda peduli iklim. Hilman yang tertantang, mengamati tahap demi tahap pembuatan kloset jongkok sederhana dengan serius.
Ia menjelaskan, praktek itu dimulai dengan menapis pasir kasar untuk mendapatkan pasir halus, hingga ukuran dua ember. Sementara semen, berukuran satu ember. Kedua bahan tersebut kemudian dicampur hingga rata.
Langkah selanjutnya, mengoles mal dan kloset dengan oli menggunakan kuas hingga merata. Tujuan agar memudahkan campuran semen mudah dilepas dari model tersebut.
Setelah itu, mencampur semen murni dengan air (tanpa campuran pasir). Kemudian melapisi model kloset dan mal. Lapisan semen murni dibuat tipis dan merata untuk mendapatkan permukaan kloset yang halus. Lalu dijemur.
Selanjutnya, membuat campuran pasir dan semen dengan perbandingan 2:1 dengan air. Campuran tersebut kemudian dilapisi di model kloset dan mal hingga rata. Lalu dijemur. Waktu jemur membutuhkan waktu hingga dua hari di bawah terik matahari.
Hilman mengaku masih akan mempraktekkan lagi hingga bisa mendapatkan kloset sederhana yang layak pakai. Harapannya, pengetahuannya bisa dibagi mulai dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya hingga ke komunitas.
“Setelah mengikuti proses pembelajaran praktek ini, tentunya mungkin saya kembali juga akan menawarkan ke komunitas saya, mungkin contoh hal kecil berbagi tempat tinggal saya dulu dan ke komunitas saya untuk pembuatan kloset sederhana, dimana mungkin ada masyarakat atau teman-teman, tetangga, yang mungkin tidak mampu membeli kloset maka kita bisa buatkan,” kata Hilman yang aktif di Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk Penyandang Disabilitas Blessing Papua. (*)