Solidaritas Rakyat Papua: Menolak Transmigrasi demi Martabat dan Hak Asasi

Sorong (2/11/2024) – Pada suatu siang di Sorong, di tengah riuh pergantian kekuasaan nasional, sekelompok warga Papua menyuarakan penolakan atas program transmigrasi yang baru diumumkan. Sorotan ini bukan hanya tentang perpindahan manusia, tetapi tentang warisan, hak, dan martabat yang dianggap terancam oleh langkah pemerintah. Di bawah sorotan tajam matahari Papua, mereka menyuarakan perjuangan, bukan sekadar pernyataan. Program transmigrasi ke wilayah Timur Indonesia, khususnya Papua, bagi mereka adalah langkah neokolonialisme yang menyulut api perjuangan untuk mempertahankan tanah leluhur mereka.

Transmigrasi: Babak Baru Kolonialisme atau Upaya Pemerataan?

Sejak Papua dipaksa bergabung dengan Indonesia pada tahun 1963, program transmigrasi menjadi duri dalam daging bagi masyarakat adat Papua. Bagi banyak orang asli Papua, program ini adalah alat penguasaan atas tanah dan budaya mereka. Menteri Transmigrasi yang baru, Muhammad Iftitah Sulaiman, menyatakan bahwa langkah ini adalah arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto untuk pemerataan penduduk dan pembangunan di wilayah timur Indonesia.

Namun, bagi Solidaritas Rakyat Papua, transmigrasi adalah bentuk kolonialisme modern. “Transmigrasi ini bukan sekadar memindahkan orang; ini adalah bentuk pendudukan, kontrol, dan penjajahan secara ekonomi dan budaya,” ungkap seorang aktivis Solidaritas Rakyat Papua dalam pernyataan yang tajam.

Hak Asasi Manusia dan Pertarungan Identitas

Hak atas tanah, hak budaya, dan identitas adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Papua. Bagi mereka, transmigrasi mengancam keseimbangan ini dengan merusak struktur sosial dan hak yang mereka miliki. Hak asasi manusia, dalam pandangan mereka, tidak sekadar tentang kebebasan individu tetapi menyangkut keberlanjutan hidup sebagai suatu bangsa di atas tanah nenek moyang yang diwariskan turun-temurun. “Ini adalah warisan Tuhan, bukan pemberian pemerintah. Maka, transmigrasi bukan hanya soal kebijakan, tapi soal perampasan hak hidup kami,” tegas mereka.

Masyarakat Papua merasa, hak-hak ini bukan hanya harus dihormati, tetapi juga dilindungi dengan penuh tanggung jawab oleh negara. Solidaritas Rakyat Papua menyatakan, transmigrasi berdampak buruk bagi masyarakat adat, termasuk menghilangkan peluang kerja bagi Orang Asli Papua (OAP), serta berpotensi menimbulkan konflik atas tanah adat. Benturan budaya antara pendatang dan penduduk asli menjadi ancaman nyata yang bisa memperdalam luka sosial di tanah Papua.

Lahan yang Terancam, Hutan yang Menghilang

Proyek transmigrasi, yang beriringan dengan program pertanian tiga komoditas (padi, tebu, dan jagung) di Papua, menimbulkan kecemasan mendalam. Lahan pertanian ini, seluas 2 juta hektar, akan mengorbankan hutan yang menjadi sumber kehidupan dan identitas masyarakat setempat. Solidaritas Rakyat Papua melihat proyek ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak atas tanah yang diwarisi secara turun-temurun.

Mereka mempertanyakan keterlibatan militer dalam proyek ini, dengan pembentukan batalyon baru untuk mendukung program ketahanan pangan. Bagi masyarakat Papua, kehadiran militer yang besar ini memperkuat kekhawatiran mereka terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang kian meningkat. Amnesty International melaporkan setidaknya 105 kasus pembunuhan di luar hukum di Papua sejak 2018 hingga akhir 2022. Kenyataan ini semakin mempertegas ketidakpercayaan masyarakat terhadap proyek-proyek yang berpotensi memicu ketidakstabilan di wilayah mereka.

Panggilan Perlawanan: Menjaga Tanah dari Ancaman Genosida

Solidaritas Rakyat Papua tidak tinggal diam. Mereka menyerukan kepada semua masyarakat Papua untuk bersatu dan melawan. “Transmigrasi adalah ancaman serius, yang jika dibiarkan, akan bermuara pada genosida budaya dan etnis,” tegas Hapol Heluka, koordinator aksi. Mereka percaya bahwa diam berarti tertindas, dan melawan adalah pilihan untuk tetap hidup dengan martabat di tanah kelahiran mereka.

Penolakan ini juga meluas pada proyek-proyek strategis nasional yang dinilai hanya akan merusak lingkungan dan mengancam masa depan generasi Papua. Solidaritas ini bergerak tidak hanya di ranah sosial, tetapi juga sebagai gerakan pro-demokrasi, menuntut pembatalan proyek-proyek yang mereka anggap sebagai bentuk penjajahan terselubung. Mereka bahkan menyerukan agar Otonomi Khusus (Otsus) dikembalikan ke Jakarta, karena dianggap sebagai alat yang telah gagal melindungi hak-hak masyarakat asli Papua.

Melawan untuk Kehidupan yang Bermartabat

Di bawah langit Papua yang berawan, Solidaritas Rakyat Papua menyatakan bahwa perlawanan ini bukanlah sekadar penolakan atas kebijakan. Bagi mereka, ini adalah perlawanan untuk bertahan hidup dengan martabat. “Diam tertindas atau bangkit dan melawan,” pekik mereka dalam unisono. Kata-kata itu bergema, memecah kesunyian sebagai panggilan bagi masyarakat Papua untuk bersatu dalam perjuangan panjang mereka menjaga tanah dan budaya.

Bagi Solidaritas Rakyat Papua, suara kebenaran adalah suara Tuhan. Perjuangan mereka adalah upaya mempertahankan tanah dan budaya yang tak bisa ditawar. Mereka menyerukan solidaritas tanpa batas dalam perjuangan hingga kemenangan. “Salam Pembebasan!” adalah seruan mereka, sebagai pengingat bahwa Papua tak akan pernah berhenti bersuara, selama langit masih menaungi dan tanah masih berpijak.(CR-03)

Admin

Related Posts

Dua Wartawan Australia Raih Penghargaan Octovianus Pogau Award 2025

Kristo Langker dan Kirsten Felice jalan kaki, lintasi perbatasan, wawancara militan Papua Barat Jayapura (31 Januari 2025) – Dua wartawan Paradise Broadcasting, media baru dari Sydney, Australia, yang bikin liputan…

Rekomendasi HAM dari HRW untuk Presiden Prabowo Subianto

SIARAN PERS (Jakarta, 30 Januari 2025) – Presiden Indonesia Prabowo Subianto Djojohadikusumo seyogianya bertindak untuk memajukan dan melindungi hak-hak setiap orang di Indonesia, kata Human Rights Watch hari ini dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tanah Papua

Kabupaten Yahukimo

  • By
  • Oktober 22, 2024
  • 56 views
Kabupaten Yahukimo

Kabupaten Nduga

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 42 views
Kabupaten Nduga

Kabupaten Yalimo

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 49 views
Kabupaten Yalimo

Kabupaten Tolikara

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 48 views
Kabupaten Tolikara

Kabupaten Pegunungan Bintang

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 42 views
Kabupaten Pegunungan Bintang

Kabupaten Lanny Jaya

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 45 views
Kabupaten Lanny Jaya