Suara-Suara yang Hilang di Tengah Bara Konflik Intan Jaya

WAMENA (8/1/2025) – Di sudut paling timur Nusantara, di bawah naungan langit Papua yang kelabu, tragedi kemanusiaan diam-diam mencatatkan jejaknya. Intan Jaya, sebuah kabupaten yang dikelilingi hutan lebat dan pegunungan megah, kini menyimpan luka yang mendalam. Di antara reruntuhan rumah yang hangus terbakar dan suara tangis yang meredam di hutan belantara, ada cerita pilu tentang masyarakat yang tersingkir dari tanah leluhurnya.

Antara tanggal 9 hingga 11 April 2023, operasi militer menyapu desa-desa Munumai, Danggoa, Titigi, dan Ekemba. Dalam semalam, desa-desa itu berubah menjadi abu. Asap yang mengepul dari atap rumah-rumah penduduk membubung tinggi, membawa serta kenangan dan harapan yang hancur. Lebih dari 3.000 orang asli Papua, sebagian besar perempuan, anak-anak, dan lansia, kehilangan tempat tinggal mereka. Mereka tersebar, melarikan diri ke hutan atau mencari perlindungan di tempat-tempat yang jauh dari rumah mereka yang kini tinggal kenangan.

Di Dusun Munumai, Wanomina Weya, seorang perempuan berusia 56 tahun, ditemukan tewas dengan tangan dan kaki terikat. Tubuhnya, kaku dan penuh luka, berbicara dalam bahasa yang tak terucapkan—bahasa kekerasan dan kekejaman. Tak jauh dari situ, Pendeta Paulus Bagau dan Habel Bagau, dua tokoh masyarakat yang dihormati, dieksekusi di dalam gereja tempat mereka biasa memimpin doa. Kesucian tempat ibadah itu ternoda oleh darah dan duka.

Amon Abugau, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun, juga tak luput dari tragedi ini. Ia tertembak di bagian dada, sebuah ironi pahit bagi anak seusianya yang seharusnya sedang menghayati indahnya masa remaja. Bersama Yulianus Duwitau, 16 tahun, Amon menjadi saksi bisu betapa anak-anak juga menjadi korban di medan yang tak mereka pilih.

Api bukan hanya membakar rumah, tetapi juga merenggut tanah yang menjadi jiwa masyarakat Papua. Tanah, bagi mereka, bukan sekadar sebidang properti, melainkan akar dari identitas mereka. Di tanah itu, mereka menanam ubi, merawat babi, dan menjalani hidup dalam harmoni dengan alam.

Kini, tanah-tanah itu berubah menjadi abu, dan pemiliknya terombang-ambing dalam ketidakpastian. Mereka kehilangan kebun, ternak, dan akses ke mata air yang selama ini menopang hidup mereka. Di pengungsian, mereka menghadapi kekurangan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan. Anak-anak berhenti sekolah, sementara para orang tua hanya bisa menatap kosong, bertanya-tanya kapan mereka bisa pulang.

Laporan Human Rights Monitor memaparkan fakta-fakta memilukan. Citra satelit menunjukkan pola pembakaran sistematis di desa-desa terdampak, khususnya di Munumai. Sebanyak 28 rumah dilaporkan hancur, meninggalkan hanya puing-puing yang tak bisa berbicara. Metadata video dari lokasi kejadian mencatat waktu pembakaran dengan presisi dingin, mengonfirmasi kengerian yang selama ini hanya terdengar dari mulut para pengungsi.

Serangan ini bukan tindakan spontan. Bukti menunjukkan adanya pola sistematis dan terencana. Dalam kerangka hukum internasional, tindakan ini memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan seperti yang didefinisikan dalamStatuta Roma. Serangan meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil, pembunuhan, deportasi, dan penghancuran properti menjadi wajah nyata dari tragedi ini.

Di hutan-hutan sekitar Intan Jaya, para pengungsi bersembunyi, berusaha bertahan hidup dari alam yang tak selalu ramah. Mereka membawa hanya sedikit barang—pakaian seadanya, anak-anak yang digendong, dan ingatan yang terus menghantui. Di sana, mereka tidak hanya melawan kelaparan dan penyakit, tetapi juga melawan rasa takut yang mencekam.

Bagi mereka, pulang ke desa bukan lagi soal waktu, tetapi soal kemungkinan. Akankah mereka bisa kembali? Jika iya, akankah mereka menemukan desa mereka seperti semula, atau hanya bayangan masa lalu yang menyisakan luka?

Human Rights Monitor menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membuka jalan menuju keadilan. Penyelidikan independen harus dilakukan untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para korban. Bantuan kemanusiaan harus segera disalurkan kepada para pengungsi, yang kini hidup di bawah bayang-bayang kelaparan dan penyakit.

Namun, lebih dari itu, harapan bagi Papua tidak hanya terletak pada bantuan dan penyelidikan. Harapan itu terletak pada rekonsiliasi, pada pengakuan bahwa tanah ini adalah milik masyarakatnya—bukan hanya fisik, tetapi juga jiwa dan budayanya. Harapan itu adalah perdamaian, di mana nyala api yang pernah menghancurkan tidak lagi menjadi senjata, melainkan menjadi pelita penerang jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Intan Jaya bukan hanya sekadar tempat di peta; ia adalah rumah bagi ribuan orang yang kini terluka dan tercerai-berai. Di tengah bara yang masih membara, ada suara-suara yang meminta untuk didengar, ada kisah-kisah yang menunggu untuk disampaikan. Semoga suatu hari, tanah ini kembali damai, dan cerita tentang Intan Jaya menjadi pengingat bahwa di balik tragedi, ada peluang untuk harapan. (CR-3 – Dirangkum dari Laporan Dugaan Kejahatan Kemanusiaan yang diterbitkan Human Rights Monitor, 2024)

Admin

Related Posts

Papua dalam Cengkeraman Konflik: Saatnya Negara Menurunkan Senjata dan Mendengar

Ketika 15 jenazah pendulang emas dievakuasi dari hutan Yahukimo pada pertengahan April 2025, satu hal menjadi jelas: Papua kembali berdarah. Kali ini, darah itu mengalir bukan hanya karena peluru dan…

Workshop Imaji Papua : Menyuarakan Alam dan Budaya Papua Lewat Audio

Markus Rumbino ketika mendampingi para peserta untuk memahami peralatan perekam audio yang akan digunakan.(Foto: Abe Yomo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tanah Papua

Kabupaten Yahukimo

  • By
  • Oktober 22, 2024
  • 55 views
Kabupaten Yahukimo

Kabupaten Nduga

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 42 views
Kabupaten Nduga

Kabupaten Yalimo

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 49 views
Kabupaten Yalimo

Kabupaten Tolikara

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 48 views
Kabupaten Tolikara

Kabupaten Pegunungan Bintang

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 42 views
Kabupaten Pegunungan Bintang

Kabupaten Lanny Jaya

  • By
  • Oktober 21, 2024
  • 44 views
Kabupaten Lanny Jaya