
Jayapura, Tudepoint (25/6/2025) – Masyarakat Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah meminta Presiden Prabowo Subianto menarik anggota militer Indonesia non organik, yang saat ini sedang beroperasi di daerah mereka.
Pdt. Enos Murib, yang menerjemahkan pernyataan warga pengungsi Puncak di Timika, mengatakan, warga merasa keamanan mereka cukup dengan kehadiran anggota keamanan dan polisi organik atau anggota keamanan yang sudah bertugas dan hidup lama bersama masyarakat. Sementara kehadiran pasukan militer non-organik, menurut warga, membuat warga takut karena melakukan kekerasan kepada warga sipil.
“Jadi, mereka mau menyampaikan bahwa, yang anggota non-organik yang ada di distrik-distrik tersebut harus keluar, ditarik [kembali ke pusat]. Yang tetap disitu adalah keamanan yang tetap (organik) kapolsek, koramil, dan anggota yang sudah tetap disitu yang bisa bertugas disitu. Tapi yang non-organik, yang datang langsung dari pusat semua [harus ditarik kembali] penarikan,” kata Pdt. Enos Murib, di SP 5–Lokasi pengungsi—Timika, Papua Tengah, Rabu (11/6/2025). Penyampaian ini disampaikan melalui rekaman video dalam kunjungan kerja Anggota DPD RI Dapil Papua Tengah, Lis Tabuni.
Warga yang mengungsi berasal dari beberapa distrik, di antaranya distrik Ilaga, Sinak, Agandugume, Beoga dan Pogoma.
Salah satu ibu, yang berbicara dalam bahasa daerah, mengatakan mereka meninggalkan kampung pada bulan Februari 2025 ketika kontak tembak antara pasukan militer Indonesia dan TPNPB terjadi.
Ibu ini bercerita, saat di kampung, para perempuan tidak leluasa beraktifitas seperti ke kebun-kebun mereka, baik untuk menanam maupun mengambil bahan makanan untuk keluarga mereka setiap hari. Hal ini membuat mereka susah untuk makan. Lebih dari itu, mereka takut menjadi sasaran tembak dari pihak-pihak bersenjata.
“Sekarang di gunung-gunung, dimana-mana itu, semua anggota [militer] yang turun, kita tidak tahu. Mereka turun di bawah, mereka banyak, bakar rumah dan segala macam oleh TNI Polri. Makanya kita pengungsi datang di sini [Mimika],” kata seorang ibu, yang diterjemahkan Pdt. Enos Murib.
Atas kondisi itu, mereka yang memiliki uang, akhirnya memutuskan berangkat keluar tinggalkan rumah, ternak, kebun dan kampung mereka. Kota Timika menjadi tujuan sebagian warga Puncak karena adanya kerabat mereka yang tinggal di pinggiran kota tambang ini.
Setelah di Timika, sesaat hidup mereka menjadi lebih aman, namun tak bertahan lama. Masuk bulan ke empat (Juni), berbagai persoalan muncul mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga penyakit yang menyerang anak-anak. Para ibu mengeluhkan, anak-anak mereka mulai terserang penyakit malaria dan sulit akses pelayanan kesehatan.
“Anak-anak tinggal di kota ini dapat [sakit] malaria banyak. Jadi mereka ingin bisa kembali pulang ke daerah, ke kampung mereka,” kata Pdt. Enos.
Pdt. Enos juga mengatakan kehidupan warga pengungsi di Timika tidak mudah. Untuk bergerak kemana-mana, dibutuhkan kendaraan. Sementara warga pengungsi, tidak memiliki akses tersebut. Hal itu juga yang mendorong pengungsi menyatakan kerinduannya kembali ke kampung.
“Di Timika, semua orang kemana-mana pakai kendaraan, tapi masyarakat pengungsi yang ada di Timika mereka biasa jalan kaki. Jadi mereka mau ingin kembali ke daerah masing-masing,” kata Pdt Enos.
Tidak Ada Perhatian dari Pemda Puncak

Pdt. Diben Murib, warga Puncak yang berdomisili di Timika mengaku mulai kewalahan untuk memenuhi kebutuhan puluhan kepala keluarga yang ditampung di tempatnya.
Pdt. Diben Murib mengaku, sejak warga mengungsi, pemerintah Kabupaten Puncak belum pernah mendatangi lokasi pengungsi, apalagi bantuan.
“Selama ini saya selalu mendesak Pemda Kabupaten Puncak untuk perhatikan pengungsi di Timika tapi tidak ada bantuan sama sekali. Selama ini bantuan dari berbagai pihak dan Pemda Kabupaten Puncak hanya perhatikan penuh ke Sinak dan Ilaga. Sedangkan masyarakat dari Sinak, Ilaga, Beoga ada mengungsi di Timika ini tidak diperhatikan. Jadi, kami sangat berharap bantuan dari Pemda juga kesini,” kata Pdt. Diben Murib melalui pesan tertulis kepada Tudepoint, Rabu (25/6/2025).
Pdt. Diben Murib mengatakan selama ini, bantuan berupa sembako datang dari perorangan yang mau meringkan beban pengungsi di tempatnya. Namum, hanya bertahan beberapa waktu.
Pengungsi asal Kabupaten Puncak di Timika tersebar di beberapa lokasi seperti di Sp 1 GKII Jemaat AntikhiaIrigasi GKII, Jemaat Nazaret; SP 7 GKII Jemaat Musa; SP 5 GKII Jemaat Damai Samari; Jayanti GKII Jemaat Ebenzer; SP 12 GKII Jemaat Getsemani; SP 13 GKII Jemaat Sinai; Jile Jale Gereja GIDI; Gorong-gorong Gereja Baptis Yerusalem; SP 12 GKII Jemaat Getsemani; SP 13 GKII Jemaat Sinai; Jile Jale Gereja GIDI; dan Gorong-gorong Gereja Baptis Yerusalem.
Evaluasi
Dengan berbagai persoalan di tempat pengungsian, warga merasa lebih baik berada di kampung mereka sendiri. Karenanya, warga meminta agar Presiden Prabowo menarik anggota militer non-organik dari kampung-kampung warga.
“Jadi, presiden tolong tarik anggota-anggota [militer non-organik] ini supaya pengungsi ini bisa kembali lagi ke kabupaten Puncak dan mereka merasa lebih aman di sana,” kata Pdt. Enos, menerjemahkan pernyataan salah satu ibu pengungsi.
Lis Tabuni, anggota DPD RI Dapil Papua Tengah, dalam kunjungannya mengatakan, sebelumnya, anggota DPR dan DPD RI yang tergabung dalam Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD dan DPR RI Daerah Pemilihan Setanah Papua [MPR For Papua] telah menyuarakan hal senada permintaan warga kepada pemerintah, melalui konferensi pers pada awal bulan Juni 2025.
“Kami juga terganggu, apalagi saya pribadi setiap hari dapat berita penembakan dan penembakan dari keluarga saya, dan parahnya korban selalu warga sipil. Ini harus dihentikan. Kami melalui MPR for Papua meminta agar Presiden Prabowo dan jajaran evaluasi kebijakan ini, yang kirim pasukan militer banyak-banyak ke tanah Papua. Ini harus dievaluasi,” kata Lis Tabuni melalui seluler kepada Tudepoint, Rabu (25/6/2025).
Hingga menjelang akhir Juni 2025, Lis mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari pemerintah pusat atas permintaan MRP for Papua untuk melihat kembali kebijakan-kebijakan dalam penanganan konflik bersenjata di tanah Papua.
Meski demikian, menjawab permintaan warga pengungsi Puncak di Timika, dirinya menyatakan akan melanjutkan permintaan tersebut ke lembaga dan Forum MPR For Papua. Lis berharap, melalui berbagai desakan dan seruan suara rakyat, ada perhatian serius dari pemerintah pusat.
“Itulah yang disampaikan oleh keluarga saya, mama-mama saya yang berasal dari Kabupaten Puncak yang mengungsi pada saat ini berada di Kabupaten Mimika. Mohon kiranya menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat,” kata Lis Tabuni. (*)