
Jayapura(28/11/2024) – Hari pencoblosan di Puncak Jaya, Papua Tengah, Rabu (27/11/2024), berubah menjadi panggung tragis dari sebuah ketegangan yang meletus dalam aksi saling serang antar pendukung kandidat. Udara siang yang seharusnya diwarnai harapan akan masa depan demokrasi, malah menjadi saksi dari rentetan panah dan bara api yang membakar harapan masyarakat.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo, membenarkan insiden yang pecah sekitar pukul 12.40 WIT tersebut. “Aksi saling serang terjadi antara massa pendukung nomor urut 1 dan 2. Bentrokan ini berlangsung di perempatan kios Jimmy hingga Kompleks Kuburan 7,” ungkapnya.
Konflik ini, seperti diuraikan Kombes Benny, bukan hanya mengadu dua kelompok massa, tetapi juga merambat ke tindakan pembakaran rumah warga. Dalam aksi yang berlangsung hingga dua jam, 40 rumah dan satu honai—tempat tinggal tradisional Papua—hangus dilahap api. Aparat gabungan TNI-Polri yang mencoba meredam situasi pun harus menghadapi massa yang bertindak brutal, bahkan menyerang petugas keamanan.
Saat situasi mulai kondusif, kerusakan telah menjadi pemandangan yang memilukan. Luka-luka akibat panah menambah panjang daftar korban, mencapai 94 orang. Dari jumlah tersebut, 14 orang harus dirujuk ke RSUD Jayapura untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut.
Kapolres Puncak Jaya, AKBP Kuswara, menyatakan bahwa pihak kepolisian kini fokus mendalami motif di balik konflik ini. “Kami mengumpulkan data dan keterangan dari para saksi di tempat kejadian perkara untuk memastikan penyebab bentrokan ini,” jelas Kapolres.
Ia juga memastikan bahwa situasi mulai berangsur kondusif. “Kami telah menyiagakan personel gabungan TNI-Polri untuk mencegah aksi susulan,” tambahnya.
Insiden ini menjadi cerminan getir dari perjalanan demokrasi di wilayah Papua, di mana persaingan politik tak jarang berujung pada konflik berdarah. Masyarakat yang semestinya menjadi penentu masa depan politiknya, justru terjebak dalam lingkaran kekerasan yang merugikan.
Di tengah luka yang mendalam ini, pertanyaan besar menggema: bagaimana menciptakan ruang demokrasi yang damai, adil, dan inklusif di tanah Papua? Mungkinkah ada jalan bagi demokrasi untuk berakar tanpa harus meneteskan darah? (CR-03)