
Maybrat (31/12/2024)- Di ufuk Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, riak kehidupan mulai berdenyut kembali di Kampung Imsun. Pada 23 Desember 2024, setelah lebih dari tiga tahun dilanda ketakutan dan pengungsian, 64 jiwa yang lama terasing di hutan melangkah pulang. Mereka bukan sekadar kembali, tetapi membawa beban harapan, luka, dan keberanian untuk memulai kembali kehidupan.
Kisah mereka berakar pada tragedi gelap di tanggal 2 September 2021, ketika serangan di Posramil Kisor mengakhiri hidup empat prajurit dan melukai dua lainnya. Ketakutan merambat cepat, mendorong warga meninggalkan rumah dan merangkak ke kedalaman hutan, mencari perlindungan di balik rimbun pepohonan.
Kini, langkah mereka menuju Imsun adalah babak baru yang diiringi oleh tangan-tangan yang ingin membantu. Komnas HAM, bersama Pemerintah Daerah, kepolisian, tokoh gereja, dan masyarakat setempat, merajut asa agar kehidupan yang dulu hancur dapat kembali terbentuk. Pj. Gubernur Papua Barat Daya, Mohammad Musa’ad, memberi jaminan bahwa rumah-rumah yang rusak akan diperbaiki, kebutuhan pokok akan dipenuhi, dan keamanan akan dijaga.
Namun, tidak semua yang pulang hanya membawa kerinduan. Di antara mereka, terdapat lima nama yang tergores di daftar pencarian orang (DPO) atas dugaan keterlibatan dalam serangan Kisor. Pada hari yang sama, lima orang ini menyerahkan diri di Polres Sorong. Sebuah simbol kepercayaan pada keadilan, mereka kini menunggu proses hukum yang dijanjikan akan berjalan adil, profesional, dan tanpa intimidasi.
Kapolda Papua Barat Daya, Brigjen Pol. Gatot Haribowo, menegaskan komitmen institusinya untuk menangani perkara ini sesuai prinsip hak asasi manusia. Di sisi lain, keluarga para DPO meminta agar proses hukum berlangsung di Sorong, agar kedekatan emosional dan akses hukum dapat terjamin.
Kepulangan ini tak hanya bermakna sebagai kembalinya tubuh ke tanah leluhur, tetapi juga sebagai awal pemulihan martabat. “Kami ingin bebas dari stigma,” seru salah satu keluarga, menyuarakan harapan agar warga Imsun tak lagi dipandang sebagai pelaku kekacauan, melainkan sebagai korban yang berhak mendapatkan haknya.
Kehangatan penyambutan diwarnai simbolisme bendera merah putih, sebuah pengingat bahwa tanah ini, meski dirundung konflik, tetaplah bagian dari satu bangsa yang seharusnya mengayomi setiap warganya. Dalam acara penyambutan, semangat solidaritas tergambar jelas ketika Pj. Bupati Maybrat bersama tokoh agama dan masyarakat setempat menyatakan dukungan untuk membangun kembali komunitas yang damai dan harmonis.
Tugas berat kini menanti di depan. Perbaikan rumah, pemulihan kebutuhan dasar, hingga penyelenggaraan layanan sosial yang adil tanpa diskriminasi menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama. Komnas HAM menggarisbawahi bahwa perjalanan menuju kehidupan yang bermartabat adalah tanggung jawab kolektif, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Kampung Imsun menjadi saksi bisu perlawanan dan kerinduan. Kembalinya para pengungsi ini adalah sebuah pesan bahwa bahkan setelah badai besar, tekad manusia untuk pulih tetaplah lebih besar. Semoga Imsun, yang pernah menjadi medan duka, kini bisa bermetamorfosis menjadi pelataran damai.(CR-3)