
Jayapura (5/5/2025) – Anggota Majelis Pemusyawaratan Rakyat atau MPR Republik Indonesia, Lis Tabuni, mengajak masyarakat Papua Tengah untuk memahami dan mengamalkan Empat Pilar Kebangsaan sebagai fondasi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, peserta mengaku masih mendapat diskriminasi.
Empat Pilar Kebangsaan yang dimaksud adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Dengan memahami dan mengamalkan Empat Pilar Kebangsaan, masyarakat Papua Tengah dapat meningkatkan kebanggaan akan identitas nasional Indonesia, serta berkontribusi pada pembangunan negara yang lebih kuat dan stabil,” kata Lis Tabuni kepada Redaksi tudepoint.com di Jayapura, Selasa (6/5/2025).
Pesan tersebut disampaikan Senator Perempuan asal Papua Tengah ini dalam diskusi dan penyerapan aspirasi yang berlangsung saat sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI bersama sekitar 157 orang dari Ikatan Keluarga Saireri di Nabire, pada Rabu, 23 April 2025 lalu.
Lis mengatakan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang berlangsung lima jam cukup mendapat perhatian masyarakat Papua Tengah, khususnya Ikatan Keluarga Saireri. Dengan jumlah perserta sebanyak 157 orang, sosialisasi ini diisi dengan diskusi dan tanya jawab.
“Pada sosialisasi kali ini cukup ramai, pesertanya aktif dan banyak tanya jawab. Jadi kegitan yang mulai jam 9 pagi sampai jam 3 sore itu terasa cepat sekali. Kebanyakan, peserta berbicara tentang pengalaman mereka dalam mengamalkan Empat Pilar Kebangsaan hingga praktek-praktek perlakuan diskriminatif yang dialami di Papua,” kata Lis.
Diskriminatif dan Rasis

Pada sesi tanya jawab dan penyerapan aspirasi yang dimoderatori oleh Yati, terlihat antusias peserta untuk berbagi pengalaman dan bertanya. Salah satu pertanyaan kritis datang dari Lidia Tabuni, seorang mahasiswi di Nabire.
Menurut Lidia, nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan MPR RI harus lebih sering disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia yang masih berpikir diskriminatif dan rasis terhadap suku bangsa lain di Indonesia, termasuk Papua Tengah.
“Secara tidak langsung, sebenarnya kita sudah lakukan apa yang kaka Lis sampaikan tadi. Bagaimana hidup berdampingan dengan saling menghormati semua orang, termasuk orang-orang yang datang dari luar daerah ini,” kata Lidia, yang disambut pekikan peserta, “Betul! Betul!”
“Mereka gampang saja datang kerja di kantor pemerintah sampai buka kios-kios, jual pinang dan lain-lain. Tetapi kenapa saya dengar ada orang asli Papua di pulau Jawa yang susah sekali isi posisi di kantor-kantor pemerintah, atau bahkan susah sekali untuk kontrak rumah hanya karena itu orang Papua. Ini buat saya selalu bertanya, mungkinkah mereka yang kurang dapat sosialisasi,” kata Lidia dengan sambutan pekikan dan tepuk tangan peserta.

Sesi tanya jawab dan penyerapan aspirasi itu dipenuhi sejumlah pernyataan serupa yang dilontarkan Lidia.
Menanggapi pernyataan peserta, Senator Lis mengapresiasi peserta yang kritis dan masih mau bersuara tentang apapuan yang mereka hadapi. Ia mengaku sangat membutuhkan perbaikan di berbagai pihak.
“Saya berterima kasih karena masih ada adik-adik, kaka-kaka yang kritis disini dan masih mau bersuara untuk perbaikan ini. Memang saya akui, masih banyak yang kurang dalam kerja sosialisasi ini dan sudah tentu ini akan menjadi bahan evaluasi kami,” kata Lis.
Kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini diakhiri dengan menikmati jamuan makan berasama menu khas Papua: Papeda dan ikan kuah dan serta menu pangan lokal lainnya. (*)