
Jayapura(19/8/2025) – Di tengah ramainya aktivitas di Pasar Youtefa, sosok Maria Pekei (42), Ketua Mama-mama Papua Pasar Youtefa, tetap setia menjaga tradisi. Sejak 1998, ia menekuni usaha noken—tas rajut tradisional yang telah menjadi warisan dunia dan warisan budaya leluhur Papua.
Bagi Maria, noken bukan sekadar barang dagangan, melainkan identitas dan kebanggaan. Namun, ia kini menghadapi tantangan besar: semakin sulitnya memperoleh bahan baku dari kulit kayu.
“Tantangan yang saya hadapi, memang kulit kayu ini sulit. Karena kayu di hutan banyak ditebang, bahkan oleh masyarakat sendiri. Jadi bahan baku sudah tidak ada, dan noken yang saya hasilkan tinggal sedikit,” ujar Maria di Pasar Youtefa, Selasa (19/8/2025).
Hutan yang menjadi sumber utama serat kulit kayu terus berkurang akibat pembalakan. Kondisi ini memaksa Maria dan mama-mama Papua lain mencari cara lain untuk bertahan hidup, seperti menjual sayur kangkung dan gelang.
Meski demikian, dari hasil penjualan noken dan aksesori khas Papua, Maria tetap mampu menghidupi keluarganya dan membiayai pendidikan anak-anaknya.

“Hasil dari jualan noken saya pakai untuk sekolah anak-anak. Ada yang kuliah, ada yang SMA. Saya juga bisa lengkapi kebutuhan rumah tangga dari situ,” kata Maria.
Ia berharap hutan Papua tetap dijaga agar tradisi noken tidak punah. “Kami tidak hanya berjualan, kami menjaga budaya kami. Tapi kalau hutan habis, bagaimana nasib noken?” ungkapnya.
Maria juga mengajak anak-anak muda Papua untuk ikut menjaga hutan dan melestarikan noken. Baginya, hutan dan noken adalah “mama” yang memberi kehidupan.
“Setiap rajutan noken adalah cerita tentang ketekunan, budaya, dan masa depan anak-anak Papua,” tuturnya. (*)
Penulis : Elwen- Honai Jurnalistik Kampung